Search

Selasa, 29 November 2016

Pendekatan Guru Terhadap Motivasi Belajar

Pendekatan Mengajar Guru Terhadap Motivasi Belajar Siswa SMP


            Motivasi belajar siswa seringkali menurun akibat adanya berbagai hal di sekolah. Salah satu faktor yang sering dianggap menurunkan motivasi siswa remaja untuk belajar adalah materi pelajaran itu sendiri dan guru yang menyampaikan materi pelajaran itu. Akan tetapi, lebih utama dari faktor materi pelajaran sebenarnya adalah faktor guru (Sarwono, 2012). Jelaslah bahwa bagi murid, faktor yang paling besar mereka rasakan adalah guru-guru yang menyajikan pelajarannya dengan cara yang kurang menarik. Berkurangnya semangat belajar pada para siswa mengakibatkan kurangnya keinginan untuk bertahan di lingkungan sekolah  (Sarwono, 2012).
Apa itu motivasi?
Motivasi adalah proses memberikan suatu energi secara langsung dengan mempertahankan konsistensi perilaku (Santrock, 2011).
Perspektif pada Motivasi
Perspektif psikologis yang berbeda menjelaskan motivasi dengan cara yang berbeda pula. Perspektif dibagi menjadi dua yakni perspektif perilaku dan kognitif.
1.      Perspektif Perilaku. Perspektif perilaku lebih menekankan pada imbalan (reward) dan hukuman (punishment) eksternal sebagai kunci dalam menentukan motivasi siswa. Insentif yang diberikan adalah rangsangan yang dapat memotivasi perilaku siswa baik secara positif atau negatif. Insentif yang digunakan guru kelas termasuk nilai pelajaran dan penilaian kepribadian, yang memberikan umpan balik tentang kualitas pekerjaan siswa. Insentif lainnya termasuk memberikan penghargaan atau pengakuan kepada siswa, misalnya dengan menampilkan hasil karya mereka di mading (majalah dinding), memberi mereka sertifikat penghargaan atas prestasi mereka, menempatkan foto mereka pada foto-foto penghargaan sekolah, dan secara lisan menyebutkan prestasi mereka dalam sebuah pengumuman.
2.      Perspektif Kognitif. Perspektif kognitif pada motivasi berarti pikiran siswa itu sendiri yang memandu munculnya motivasi belajar mereka. Berfokus pada motivasi internal ide-ide seperti siswa untuk mencapai tujuan mereka (persepsi tentang penyebab keberhasilan atau kegagalan, terutama persepsi bahwa upaya merupakan faktor penting dalam meraih prestasi), dan keyakinan mereka bahwa mereka dapat mengontrol diri sendiri dan lingkungan mereka. Perspektif kognitif juga menekankan pentingnya penetapan tujuan, perencanaan, dan pemantauan kemajuan menuju tujuan (Urdan, 2010;. Dalam Santrock, 2011). Dengan demikian, perspektif perilaku memandang motivasi siswa sebagai konsekuensi dari insentif eksternal, sementara perspektif kognitif berpendapat bahwa tekanan eksternal harus memakai sistem kompetisi. Siswa harus diberikan lebih banyak kesempatan dan tanggung jawab untuk mengendalikan hasil prestasi mereka sendiri sesuai dengan perspektif ini (Ryan & Deci, 2009;. Dalam Santrock, 2011).
            Perspektif kognitif motivasi mengusulkan konsep motivasi kompetensi, gagasan bahwa orang termotivasi untuk berkomunikasi secara efektif dengan lingkungan mereka, untuk menguasai kehidupan sosial bermasyarakat, dan untuk memproses informasi yang mereka terima secara efisien. Orang-orang melakukan hal-hal ini karena mereka (secara internal) termotivasi untuk dapat berinteraksi secara efektif dengan lingkungan. Konsep motivasi kompetensi menjelaskan mengapa manusia termotivasi untuk mencapai inovasi ilmiah dan teknologi.

Motivasi Ekstrinsik dan Motivasi Intrinsik
            Motivasi ekstrinsik yakni melakukan sesuatu untuk mendapatkan sesuatu yang lain (suatu cara untuk mencapai tujuan). Motivasi ekstrinsik sering dipengaruhi oleh insentif eksternal seperti imbalan dan hukuman. Sebagai contoh, seorang siswa belajar keras untuk ujian agar mendapatkan nilai yang baik dalam sebuah mata pelajaran. Bedanya, motivasi intrinsik melibatkan motivasi internal untuk melakukan sesuatu demi sendiri, sebagai contoh: seorang siswa belajar keras untuk ujian karena dia menikmati isi pelajaran tersebut.

Mengajak Siswa Bekerjasama
Setiap guru ingin agar para siswa dapat bekerja sama dan mematuhi peraturan di kelas tanpa harus selalu mengingatkan mereka untuk disiplin untuk menjaga ketertiban (Charles, 2011;. Dalam Santrock, 2011). Ada tiga strategi utama: mengembangkan hubungan yang positif dengan siswa, mendapatkan siswa untuk berbagi dan bertanggung jawab, dan pembelajaran kooperatif:
1.      Mengembangkan Hubungan Positif dengan Siswa. Ketika sebagian besar dari siswa ditanya “siapa guru favorit kalian?”, mereka mulai berpikir tentang seseorang yang peduli dan yang mampu menunjukkan kualitas sebagai guru yang sabar. Hal ini menunjukkan bahwa guru harus benar-benar peduli kepada siswa, terlepas dari hubungan akademis antara guru-murid, dimana guru membantu siswa untuk membangun kerja sama diantara mereka (Jones & Jones, 2010). Mengajak siswa dalam percakapan singkat tentang hal-hal yang terjadi dalam kehidupan siswa, menunjukkan antusiasme terhadap pertanyaan-pertanyaan siswa, menjadi pendengar yang aktif untuk apa yang siswa katakan, dan biarkan siswa tahu bahwa guru selalu ada untuk mendukung dan membantu mereka.
2.      Berbagi Tanggung Jawab. Beberapa ahli manajemen kelas berpendapat bahwa berbagi tanggung jawab dengan siswa untuk membuat keputusan kelas dapat meningkatkan komitmen siswa untuk membuat keputusan (Blumenfeld, Kempler, & Krajcik, 2006;. Dalam Santrock, 2011).
3.      Pembelajaran Kooperatif. Pembelajaran kooperatif terjadi ketika siswa bekerja dalam kelompok kecil untuk saling membantu dalam proses belajar mengajar. pembelajaran kooperatif semakin banyak digunakan dalam beberapa tahun terakhir ini untuk meningkatkan pembelajaran dan keterampilan (Thurston & lain, 2010; dalam Santrock, 2011). kelompok belajar kooperatif biasanya bervariasi dalam jumlah anggota kelompok, paling sedikit empat orang dalam satu kelompok. Dalam beberapa kasus, pembelajaran kooperatif dilakukan dengan dua siswa. Ketika siswa ditugaskan untuk bekerja dalam kelompok, anggota kelompok itu biasanya tetap bersama-sama selama beberapa minggu atau bulan, dan hal ini memicu kerjasama kelompok yang solid. Dalam kelompok belajar kooperatif, setiap siswa biasanya belajar bahwa mereka merupakan bagian dari unit yang lebih besar, serta mengajarkan siswa bahwa mereka adalah bagian penting dari kelompok (Keramati, 2010; Moreno, 2009; White & Rex, 2010;. Dalam Santrock, 2011). Ketika siswa mulai mengajarkan sesuatu kepada orang lain, mereka cenderung untuk mempelajarinya lagi lebih dalam. Hal ini merupakan langkah positif untuk meningkatkan kompetensi siswa itu sendiri.
4.      Rekan Mediasi. Bantuan mentor kadang-kadang bisa sangat efektif untuk mendgajarkan siswa berperilaku lebih tepat. mediator teman sebaya dapat dilatih untuk membantu siswa menyelesaikan konflik dan mengubah perilaku yang tidak diinginkan. Misalnya, jika dua siswa sudah mulai berdebat satu sama lain, rekan mediator dapat membantu untuk menengahi perdebatan.
Bagaimana Menjadi Pembicara Yang Baik
            Bagi guru, mengelola kelas secara konstruktif menyelesaikan konflik diantara siswa, dan hal ini membutuhkan kemampuan berkomunikasi yang baik.
1.      Berbicara dengan siswa di kelas. Dalam berbicara dengan siswa, salah satu hal yang paling penting untuk diingat adalah memberikan informasi atau instruksi secara jelas. Beberapa strategi yang baik untuk berbicara dengan jelas seperti berikut (Florez, 1999;. Dalam Santrock, 2011): (1) memilih kosa kata yang dapat dimengerti dan tepat untuk tingkat pendidikan siswa, berbicara dengan kecepatan yang tepat, menghindari ketidakjelasan atau kerancuan bahasa dalam istilah-istilah asing, dan menggunakan keterampilan berpikir yang logis sebagai dasar-dasar isi pembicaraan.
2.      Memberikan Pidato Secara Efektif. Guru hendaknya mengetahui beberapa strategi yang baik untuk memberikan pidato. Guru wajib memberikan sesi pidato setidaknya 5 hingga 8 menit. Hal ini dapat mengurangi kecemasan guru secara signifikan dan membantu guru dalam memberikan kerangka pembelajaran yang efektif
3.      Keterampilan Mendengarkan. Pengelolaan kelas yang efektif akan lebih mudah jika guru dan siswa memiliki kemampuan mendengarkan yang baik. Mendengarkan adalah keterampilan penting untuk menjaga hubungan, ketrampilan mendengarkan orang lain tidak bisa dianggap remeh. Pendengar yang baik dan aktif berarti memberikan perhatian penuh kepada pembicara serta fokus pada isi pesan yang disampaikan pembicara. Beberapa strategi mendengarkan aktif baik adalah: (1) memberi perhatian lebih terhadap orang yang sedang berbicara, termasuk mempertahankan kontak mata, parafrase, mensintesis tema dan pola, dan memberikan umpan balik dalam bentuk pertanyaan lisan secara kompeten.

Daftar Pustaka:
Sarwono, Sarlito W. 2012. Psikologi Remaja – Edisi Revisi. Rajawali Pers: Jakarta

Santrock, John W. 2011. Educational Psychology – Fifth Edition. New York: McGraw Hill Companies, Inc.

0 komentar:

Posting Komentar