Pendekatan Mengajar Guru Terhadap
Motivasi Belajar Siswa SMP
Motivasi belajar siswa seringkali
menurun akibat adanya berbagai hal di sekolah. Salah satu faktor yang sering
dianggap menurunkan motivasi siswa remaja untuk belajar adalah materi pelajaran
itu sendiri dan guru yang menyampaikan materi pelajaran itu. Akan tetapi, lebih
utama dari faktor materi pelajaran sebenarnya adalah faktor guru (Sarwono,
2012). Jelaslah bahwa bagi murid, faktor yang paling besar mereka rasakan adalah
guru-guru yang menyajikan pelajarannya dengan cara yang kurang menarik. Berkurangnya
semangat belajar pada para siswa mengakibatkan kurangnya keinginan untuk
bertahan di lingkungan sekolah (Sarwono,
2012).
Apa itu motivasi?
Motivasi
adalah proses memberikan suatu energi secara langsung dengan mempertahankan konsistensi
perilaku (Santrock, 2011).
Perspektif pada Motivasi
Perspektif
psikologis yang berbeda menjelaskan motivasi dengan cara yang berbeda pula. Perspektif
dibagi menjadi dua yakni perspektif perilaku dan kognitif.
1. Perspektif Perilaku. Perspektif
perilaku lebih menekankan pada imbalan (reward)
dan hukuman (punishment)
eksternal sebagai kunci dalam menentukan motivasi siswa. Insentif yang
diberikan adalah rangsangan yang dapat memotivasi perilaku siswa baik secara
positif atau negatif. Insentif yang digunakan guru kelas termasuk nilai pelajaran
dan penilaian kepribadian, yang memberikan umpan balik tentang kualitas
pekerjaan siswa. Insentif lainnya termasuk memberikan penghargaan atau pengakuan
kepada siswa, misalnya dengan menampilkan hasil karya mereka di mading (majalah
dinding), memberi mereka sertifikat penghargaan atas prestasi mereka,
menempatkan foto mereka pada foto-foto penghargaan sekolah, dan secara lisan
menyebutkan prestasi mereka dalam sebuah pengumuman.
2. Perspektif Kognitif.
Perspektif kognitif pada motivasi berarti pikiran siswa itu sendiri yang memandu
munculnya motivasi belajar mereka. Berfokus pada motivasi internal ide-ide
seperti siswa untuk mencapai tujuan mereka (persepsi tentang penyebab
keberhasilan atau kegagalan, terutama persepsi bahwa upaya merupakan faktor
penting dalam meraih prestasi), dan keyakinan mereka bahwa mereka dapat
mengontrol diri sendiri dan lingkungan mereka. Perspektif kognitif juga
menekankan pentingnya penetapan tujuan, perencanaan, dan pemantauan kemajuan
menuju tujuan (Urdan, 2010;. Dalam Santrock, 2011). Dengan demikian, perspektif
perilaku memandang motivasi siswa sebagai konsekuensi dari insentif eksternal, sementara
perspektif kognitif berpendapat bahwa tekanan eksternal harus memakai sistem
kompetisi. Siswa harus diberikan lebih banyak kesempatan dan tanggung jawab
untuk mengendalikan hasil prestasi mereka sendiri sesuai dengan perspektif ini
(Ryan & Deci, 2009;. Dalam Santrock, 2011).
Perspektif kognitif motivasi mengusulkan
konsep motivasi kompetensi, gagasan bahwa orang termotivasi untuk berkomunikasi
secara efektif dengan lingkungan mereka, untuk menguasai kehidupan sosial
bermasyarakat, dan untuk memproses informasi yang mereka terima secara efisien.
Orang-orang melakukan hal-hal ini karena mereka (secara internal) termotivasi
untuk dapat berinteraksi secara efektif dengan lingkungan. Konsep motivasi
kompetensi menjelaskan mengapa manusia termotivasi untuk mencapai inovasi
ilmiah dan teknologi.
Motivasi Ekstrinsik dan Motivasi
Intrinsik
Motivasi ekstrinsik yakni melakukan
sesuatu untuk mendapatkan sesuatu yang lain (suatu cara untuk mencapai tujuan).
Motivasi ekstrinsik sering dipengaruhi oleh insentif eksternal seperti imbalan
dan hukuman. Sebagai contoh, seorang siswa belajar keras untuk ujian agar mendapatkan
nilai yang baik dalam sebuah mata pelajaran. Bedanya, motivasi intrinsik
melibatkan motivasi internal untuk melakukan sesuatu demi sendiri, sebagai
contoh: seorang siswa belajar keras untuk ujian karena dia menikmati isi pelajaran
tersebut.
Mengajak Siswa Bekerjasama
Setiap
guru ingin agar para siswa dapat bekerja sama dan mematuhi peraturan di kelas
tanpa harus selalu mengingatkan mereka untuk disiplin untuk menjaga ketertiban
(Charles, 2011;. Dalam Santrock, 2011). Ada tiga strategi utama: mengembangkan
hubungan yang positif dengan siswa, mendapatkan siswa untuk berbagi dan
bertanggung jawab, dan pembelajaran kooperatif:
1. Mengembangkan
Hubungan Positif dengan Siswa. Ketika sebagian besar dari siswa ditanya “siapa
guru favorit kalian?”, mereka mulai berpikir tentang seseorang yang peduli dan
yang mampu menunjukkan kualitas sebagai guru yang sabar. Hal ini menunjukkan
bahwa guru harus benar-benar peduli kepada siswa, terlepas dari hubungan
akademis antara guru-murid, dimana guru membantu siswa untuk membangun kerja
sama diantara mereka (Jones & Jones, 2010). Mengajak siswa dalam percakapan
singkat tentang hal-hal yang terjadi dalam kehidupan siswa, menunjukkan
antusiasme terhadap pertanyaan-pertanyaan siswa, menjadi pendengar yang aktif untuk
apa yang siswa katakan, dan biarkan siswa tahu bahwa guru selalu ada untuk
mendukung dan membantu mereka.
2. Berbagi
Tanggung Jawab. Beberapa ahli manajemen kelas berpendapat bahwa berbagi
tanggung jawab dengan siswa untuk membuat keputusan kelas dapat meningkatkan
komitmen siswa untuk membuat keputusan (Blumenfeld, Kempler, & Krajcik,
2006;. Dalam Santrock, 2011).
3. Pembelajaran
Kooperatif. Pembelajaran kooperatif terjadi ketika siswa bekerja dalam kelompok
kecil untuk saling membantu dalam proses belajar mengajar. pembelajaran
kooperatif semakin banyak digunakan dalam beberapa tahun terakhir ini untuk
meningkatkan pembelajaran dan keterampilan (Thurston & lain, 2010; dalam
Santrock, 2011). kelompok belajar kooperatif biasanya bervariasi dalam jumlah
anggota kelompok, paling sedikit empat orang dalam satu kelompok. Dalam
beberapa kasus, pembelajaran kooperatif dilakukan dengan dua siswa. Ketika
siswa ditugaskan untuk bekerja dalam kelompok, anggota kelompok itu biasanya
tetap bersama-sama selama beberapa minggu atau bulan, dan hal ini memicu
kerjasama kelompok yang solid. Dalam kelompok belajar kooperatif, setiap siswa
biasanya belajar bahwa mereka merupakan bagian dari unit yang lebih besar,
serta mengajarkan siswa bahwa mereka adalah bagian penting dari kelompok
(Keramati, 2010; Moreno, 2009; White & Rex, 2010;. Dalam Santrock, 2011).
Ketika siswa mulai mengajarkan sesuatu kepada orang lain, mereka cenderung
untuk mempelajarinya lagi lebih dalam. Hal ini merupakan langkah positif untuk
meningkatkan kompetensi siswa itu sendiri.
4. Rekan
Mediasi. Bantuan mentor kadang-kadang bisa sangat efektif untuk mendgajarkan
siswa berperilaku lebih tepat. mediator teman sebaya dapat dilatih untuk
membantu siswa menyelesaikan konflik dan mengubah perilaku yang tidak
diinginkan. Misalnya, jika dua siswa sudah mulai berdebat satu sama lain, rekan
mediator dapat membantu untuk menengahi perdebatan.
Bagaimana Menjadi Pembicara Yang
Baik
Bagi guru, mengelola kelas secara
konstruktif menyelesaikan konflik diantara siswa, dan hal ini membutuhkan
kemampuan berkomunikasi yang baik.
1. Berbicara
dengan siswa di kelas. Dalam berbicara dengan siswa, salah satu hal yang paling
penting untuk diingat adalah memberikan informasi atau instruksi secara jelas.
Beberapa strategi yang baik untuk berbicara dengan jelas seperti berikut
(Florez, 1999;. Dalam Santrock, 2011): (1) memilih kosa kata yang dapat
dimengerti dan tepat untuk tingkat pendidikan siswa, berbicara dengan kecepatan
yang tepat, menghindari ketidakjelasan atau kerancuan bahasa dalam
istilah-istilah asing, dan menggunakan keterampilan berpikir yang logis sebagai
dasar-dasar isi pembicaraan.
2. Memberikan
Pidato Secara Efektif. Guru hendaknya mengetahui beberapa strategi yang baik
untuk memberikan pidato. Guru wajib memberikan sesi pidato setidaknya 5 hingga
8 menit. Hal ini dapat mengurangi kecemasan guru secara signifikan dan membantu
guru dalam memberikan kerangka pembelajaran yang efektif
3. Keterampilan
Mendengarkan. Pengelolaan kelas yang efektif akan lebih mudah jika guru dan
siswa memiliki kemampuan mendengarkan yang baik. Mendengarkan adalah
keterampilan penting untuk menjaga hubungan, ketrampilan mendengarkan orang
lain tidak bisa dianggap remeh. Pendengar yang baik dan aktif berarti
memberikan perhatian penuh kepada pembicara serta fokus pada isi pesan yang
disampaikan pembicara. Beberapa strategi mendengarkan aktif baik adalah: (1)
memberi perhatian lebih terhadap orang yang sedang berbicara, termasuk
mempertahankan kontak mata, parafrase, mensintesis tema dan pola, dan
memberikan umpan balik dalam bentuk pertanyaan lisan secara kompeten.
Daftar Pustaka:
Sarwono,
Sarlito W. 2012. Psikologi Remaja – Edisi
Revisi. Rajawali Pers: Jakarta
Santrock, John W. 2011. Educational Psychology – Fifth Edition.
New York: McGraw Hill
Companies, Inc.
0 komentar:
Posting Komentar