Search

Senin, 28 November 2016

Biografi Nelson Mandela Lengkap

Biografi Lengkap Nelson Mandela

David Beckham berfoto bersama Nelson Mandela (mengenakan batik).


Nelson Mandela lahir pada tanggal 18 Juli 1918 dengan nama Rolihlahla Dalibhunga Mandela di desa Qunu, suatu desa kecil di wilayah Transkei – Afrika Selatan. Ia mendapatkan nama Nelson dari gurunya yang seorang Methodis. Ayahnya bernama Henry Mgadala, seorang kepala suku desa tersebut dan mempunyai 4 orang istri. Mandela lahir dari istri yang ketiga bernama Nosekeni Fanny. Mandela tumbuh normal seperti anak-anak biasanya. Saat kecil, Mandela dan sepupunya, Justice Bambilanga sering mendapat tugas untuk menggembalakan ternak. Tahun 1927, karena sakit parah yang dideritanya, Henry Mgadala meninggal dan Mandela dititipkan pada adik ayahnya yang juga pamannya, Jongintaba Dalindyebo. Saat itu juga Mandela pindah ke desa Mqekezweni. Di tempat ini Mandela sangat senang karena ada  sepupunya, Justice. Mereka berdua bersahabat dan selalu berdua kemana pun pergi. Mereka selalu bersama-sama dan tak terpisahkan. Di tahun itu juga, Mandela dan Justice masuk sekolah dasar di daerah setempat. Mandela dan Justice sangat menyukai mata pelajaran bahasa Inggris dan keduanya sangat menonjol di bidang ini. Mandela dan Justice adalah anak yang cerdas di kelasnya dan selalu mendapatkan nilai sempurna pada setiap tugas maupun ujian. Mandela dan Justice selalu meluangkan waktu untuk belajar bersama, mengulang materi pelajaran yang diberikan guru di sekolah.
Mandela dan Justice lulus dari SD dengan nilai sempurna. Jongintaba mengadakan syukuran dengan mengundang seluruh penduduk desa untuk jamuan syukur. Jongintaba menginginkan agar Mandela dan Justice melanjutkan SMP di Clarkebury Junior High School, SMP yang dikhususkan untuk warga kulit hitam. Di usianya yang masih 10 tahun, Mandela bertanya pada pamannya mengapa harus ada pembedaan antara kulit hitam dan kulit putih. Di sekolah ini Mandela sangat tenar karena keluwesannya dalam bergaul. Mandela sangat menjunjung sopan santun dalam bergaul sehingga banyak memperoleh teman-teman baru. Mandela sangat menonjol dalam berbagai bidang akademik. Ia tidak pernah pilih-pilih teman, itu yang membuat ia sangat disukai oleh teman-temannya, karena biasanya kecenderungan bagi siswa yang pintar hanya bergaul dengan yang pintar saja. Mandela dan Justice lulus tepat waktu dengan nilai yang baik. Jongintaba pun memasukkan mereka berdua ke SMA Healdtown Methodist Boarding School, SMA yang dikhususkan untuk warga kulit hitam.  Disini mereka tinggal di asrama dan hidup disiplin. Di SMA, Mandela sering berdiskusi dan terlibat dalam perdebatan-perdebatan kecil seputar hukum apartheid di Afrika Selatan. Banyak kebijakan pemerintah yang terkesan membeda-bedakan, seperti bus yang dipisahkan bagi kulit putih dan kulit hitam, larangan masuk taman kota bagi kulit hitam, atau pintu masuk instansi pemerintah yang dibedakan bagi kulit putih dan kulit hitam.
Tahun 1938, Mandela dan Justice lulus dari SMA ini. Guru-gurunya sangat bangga pada mereka berdua atas berbagai macam prestasi yang mereka raih di sekolah. Kelulusan ini disambut gembira oleh seluruh keluarga Jongintaba. Jongintaba mengundang seluruh penduduk desa untuk mengikuti jamuan syukur dan berpidato di depan seluruh desa bahwa kelulusan Mandela dan Justice membuktikan bahwa kulit hitam mampu bangkit dari keterpurukan. Jongintaba berencana memasukkan Mandela dan Justice ke Fort Hare University. Disini, Mandela dan Justice sama-sama mengambil jurusan hukum, karena mereka memiliki motivasi untuk membela kepentingan warga kulit hitam. Mandela sangat aktif dan vokal selama menjadi mahasiswa, begitu pula Justice. Mereka berdua sangat rajin dan tekun dalam mengikuti kuliah. Nilai-nilai mereka sangat bagus dan menyenangkan dosen-dosen mereka. Mandela pernah dicalonkan untuk menjadi ketua Senat Mahasiswa namun ditolaknya karena ia ingin fokus untuk belajar. Di universitas ini, mahasiswa kulit hitam dan kulit putih menjadi satu, namun kebijakan universitas lebih banyak menguntungkan kaum kulit putih. Di sela-sela waktu luang pada malam hari, Mandela bersama teman-temannya sering berdiskusi mengenai hukum apartheid di Afrika Selatan, terutama mengenai Kartu Pass Jalan (Pass-card), yaitu kartu yang tanda pengenal harus dibawa warga kulit hitam apabila memasuki kota. Jika tidak membawa kartu ini maka mereka akan didenda atau dipenjara. Mandela mengeluhkan sikap pemerintah yang tidak adil ini karena warga kulit putih dapat bebas pergi kemana saja tanpa memakai pass-card. Kadangkala, Mandela dan teman-temannya harus kucing-kucingan dengan dosen untuk mengikuti diskusi ini karena apabila ketahuan, mereka akan dikeluarkan dari universitas dan terancam pidana. Mandela dan Justice pernah menjadi ketua demo mahasiswa kulit hitam yang disebabkan karena pihak universitas tidak memperhatikan mutu dan gizi makanan di asrama mahasiswa kulit hitam. Direktur universitas melihat hal ini sebagai ancaman yang berkelanjutan. Maka ia memanggil mereka berdua dan menuding mereka sebagai provokator demo. Pihak universitas memberikan skorsing bagi mereka berdua untuk jangka waktu yang tidak bisa ditentukan. Pihak universitas mengambil kebijakan ini dengan harapan agar Mandela dan Justice pergi meninggalkan universitas ini, dan hal itu terjadi. Mandela dan Justice pulang kampung. Kepulangannya ini sangat disesali dan disayangkan oleh semua mahasiswa kulit hitam di Fort Hare University, mereka seolah seperti anak ayam kehilangan induk.
Mandela dan Justice pulang ke rumah Jongintaba. Jongintaba sangat marah mengetahui keadaan mereka yang mengundurkan diri dari universitas. Jongintaba memarahi Mandela karena merasa bersalah pada ayah Mandela, mengingat wasiat terakhir dari Henry Mgadala adalah meminta Jongintaba untuk menyekolahkan Mandela sampai universitas. Jongintaba meminta Mandela untuk meminta maaf pada pihak universitas, Mandela menolak permintaan pamannya ini karena hal itu sama saja mempermalukan diri sendiri dan mahasiswa kulit hitam lainnya. Mandela yang tidak tahan dengan kemarahan pamannya ini mengajak Justice untuk kabur ke Johannesburg, bekerja di tambang emas. Malam harinya mereka berangkat diam-diam. Di tambang emas, Mandela dan Justice mendapat posisi sebagai pengawas karena keahlian mereka dalam bidang administrasi dan berbahasa inggris. Mandela melihat penderitaan masyarakat kulit hitam yang harus bekerja mengambil emas di tanahnya sendiri lalu harus diserahkan pada kulit putih, sementara mereka mendapatkan upah kerja yang tidak layak. Mandela sangat sedih melihat fenomena di depan matanya ini. Mandela sering meloloskan karyawan yang sakit dan memasukkan absensi kerja sehingga karyawan tersebut tidak dianggap bolos kerja yang berakibat dikuranginya upah kerja. Jongintaba yang mengetahui hal ini segera menyusul mereka ke Johannesburg serta menjemput mereka untuk pulang. Mandela tidak mau pulang dan berkeinginan melanjutkan sekolahnya yang terhenti dengan mencari universitas di Johannesburg. Jongintaba tak kuasa menolak, maka Justice pulang kembali ke kampung halamannya sementara Mandela bertahan di Johannesburg. Johannesburg adalah kota yang modern, terbagi menjadi distrik utara dan selatan. Di utara adalah pemukiman warga kulit putih yang elit dan modern dengan rumah-rumah mewah sementara di selatan adalah pemukiman warga kulit hitam yang kumuh dan jorok, sesak, dan rumahnya saling berhimpit-himpitan bernama Alexandra Township, disinilah Mandela tinggal. Mandela mengambil kuliah jarak jauh jurusan hukum dibawah bimbingan ahli hukum kulit putih, Lazer Sidelsky. Lazer sangat menaruh perhatian pada Mandela karena kecerdasanya di bidang hukum, bahkan Lazer menganggap Mandela sebagai adiknya sendiri. Di bawah bimbingan Lazer, Mandela memperoleh gelar sarjana muda hukum. Mandela menjalin persahabatan dengan Walter Sisulu, tokoh berpengaruh dalam pergerakan kaum kulit hitam Afrika Selatan di organisasi ANC (African National Congress) – organisasi yang memperjuangkan hak-hak kaum kulit hitam di Afrika Selatan. Mandela lantas tinggal di rumah Walter di daerah Orlando. Ia berkenalan dengan sepupu perempuan Walter bernama Evelyn Ntoko Mase dan menikahinya pada tahun 1944. Mandela sangat menggemari olahraga tinju dan sering berlatih tinju di sasana temannya.
Mandela melanjutkan kuliah hukumnya yang tertunda di Witwatersrand University – Johannesburg. Universitas ini dipenuhi oleh mahasiswa kulit putih dan kulit hitam dari keluarga terpandang. Sama seperti di Fort Hare University, di kampus ini pun mahasiswa kulit hitam mengalami diskriminasi yang ekstrem. Karena kekritisannya terhadap pembedaan ini pula yang menyebabkan Mandela kembali gagal di Witwatersrand. Mandela keluar dari universitas ini karena tidak tahan dengan tekanan pihak universitas.
Mandela yang gerah dengan keadaan diskriminasi ini bergabung dengan kaum Nasionalis di bawah pengaruh Walter dan mendirikan “Liga Pemuda ANC” (ANC Youth League), yang bertujuan menyaring kader-kader muda untuk masuk dalam ANC. Saat itu di Afrika Selatan, iklim politik dipengaruhi oleh ideologi, Komunis, Sosialis, dan Nasionalis. Mandela berusaha mendekati warga kulit putih dan sering mengajak mereka berdialog mengenai hukum apartheid di Afrika Selatan, metodenya ini berbeda dengan metode kebanyakan yang lebih memakai cara ekstrem kepada kulit putih. Mandela lebih banyak mengajukan diskusi mengenai akibat perang dunia ke-II yang saat itu terjadi, serta kesengsaraan masyarakat akibat perang. Pandangannya ini membuat ia memperoleh banyak dukungan dari warga kulit putih berbagai golongan. Tahun 1948 Mandela terpilih menjadi Sekretaris Jendral Liga Pemuda ANC dengan 0% suara menolak. Mandela menegaskan pada Liga agar tidak bekerjasama dalam bentuk apapun dengan kaum Komunis dan Sosialis, Mandela sangat membenci kedua ideologi ini. Mandela meminta Liga agar lebih tegas kepada kulit putih, namun menjauhi tindakan anarkis. Mandela mengusulkan agar kulit hitam melawan dengan mengikuti jejak Mahatma Gandhi, yaitu menolak bekerjasama dengan kulit putih dalam bentuk apapun apabila mereka masih tetap menerapkan diskriminasi kepada kaum kulit hitam. Usulannya ini diterima oleh Liga dengan 0% suara menolak dan disahkan dalam Konferensi Nasional ANC.
Perdana mentri Afrika Selatan saat itu, H. F. Verwoed memanggil jaksa agung untuk membuat UU yang melarang berdirinya organisasi politik, termasuk ANC. Rencana ini bocor dan sampai pada partai komunis. Partai komunis akan mengadakan mogok kerja besar-besaran pada 1 Mei 1950. Mandela melarang kader-kader ANC untuk mengikuti rencana partai komunis tersebut karena dapat berakibat bentrok fisik dengan polisi, Mandela meminta kader ANC di seluruh Afrika Selatan tetap bekerja seperti biasanya. Maka mogok kerja pun dilaksanakan, namun hanya warga kulit hitam penganut paham komunis saja yang melakukan pemogokan kerja dan demo. Polisi yang menangani demo ini melakukan tindakan brutal dengan menembaki pendemo sehingga 8 orang tewas. Partai komunis yang geram dengan kelakuan pemerintah ini akan mengadakan pemogokan massal yang lebih besar dan akan dilaksanakan pada tanggal 26 Juni 1950. Partai komunis menawarkan Mandela dan ANC untuk ikut serta dalam demo besar-besaran ini. Mandela sedikit bimbang dengan tawaran ini karena ia membenci paham komunis. Namun keputusan ini terpaksa ia terima mengingat banyak anggota ANC yang setuju dengan tawaran dari partai komunis ini. Maka pada tanggal itu diadakanlah demonstrasi buruh besar-besaran dan pemogokan kerja massal di seluruh Johannesburg. Sama seperti demo sebelumnya, polisi bertindak brutal dalam membubarkan massa demo.
Tahun 1951 Mandela terpilih sebagai ketua Liga Pemuda ANC di propinsi Transvaal – Afrika Selatan. Pada tahun 1952, Mandela bersama rekannya, Oliver Tambo mendirikan lembaga bantuan hukum untuk kaum kulit hitam yang memiliki banyak peminat dari berbagai macam golongan kulit hitam tanpa dipungut biaya. Pada tahun yang sama, Mandela ditangkap polisi karena dianggap sebagai provokator yang mengerahkan sejumlah anak-anak muda kulit hitam untuk masuk ke area terlarang bagi kulit hitam seperti taman kota, taman bermain, dan tempat hiburan yang dikhususkan untuk kulit putih. Mandela bebas bersyarat setelah ANC membayar uang jaminan. Keluar dari penjara, Mandela semakin giat berkampanye ke seluruh Afrika Selatan untuk menentang UU apartheid yang telah berlangsung selama dua setengah abad di Afrika Selatan. Kampanye ini berhasil dengan sukses, sehingga banyak orang kulit hitam di berbagai kota di Afrika Selatan yang sengaja mencari gara-gara dengan memasuki zona terlarang bagi kulit hitam. Polisi menjadi semakin brutal dengan melakukan tindakan kekerasan dan intimidasi terhadap warga kulit hitam. Perdana mentri yang cemas akan pembangkangan dan pelanggaran hukum di berbagai daerah ini mengeluarkan UU yang mengesahkan hukuman penjara 5 tahun bagi tiap kulit hitam yang memasuki zona terlarang yang dikhususkan bagi kulit putih. Polisi mendobrak markas ANC Youth League dan membawa serta 21 aktivis ke kantor polisi termasuk Mandela. Tuduhan mereka di pengadilan sangat memberatkan karena mereka dituduh sebagai kader komunis. Mandela yang melek hukum menolak tuduhan ini dan membela ANC Youth League di depan pengadilan. Usaha Mandela sukses, ANC Youth League tidak jadi dibubarkan dan seluruh aktivis yang sedianya akan dipenjara itu dibebaskan dengan membayar uang jaminan yang kemudian dibayarkan oleh ANC.
Tahun 1953, surat kabar di seluruh Afrika Selatan mengumumkan ANC sebagai organisasi politik ekstrim dan memerintahkan semua kadernya untuk tidak mengadakan rapat dalam jangka waktu yang tidak bisa ditentukan, ditambah seluruh kader ANC dan aktivis kulit hitam, termasuk Mandela tidak boleh meninggalkan Johannesburg. Kehidupan Mandela dan ANC saat itu diawasi secara penuh oleh pemerintah. Mandela geram atas tindakan propaganda pemerintah yang sewenang-sewenang ini. Ia memerintahkan seluruh kader ANC Youth League di Afrika Selatan untuk memasang poster-poster bernada protes di seluruh Afrika Selatan. Mandela yang keras kepala dan tidak gentar dengan ancaman pemerintah ini tetap mengadakan rapat dan konferensi wilayah ANC, mengobarkan semangat kaum kulit hitam dengan pidato-pidatonya dan seruan-seruannya untuk mengadakan perlawanan dengan damai tanpa kekerasan. 26 Juni 1955 diadakanlah kongres rakyat di Johannesburg. Mandela mengikuti kongres ini dengan menyamar sebagai pria tua berjanggut tebal. Mandela menyusun ‘draft kebebasan’ dan meminta pemimpin kongres untuk membacakan draft itu. Seluruh peserta kongres yang mendengarkan draft itu sontak bergemuruh, terharu, dan menyetujui draft ini. Sial bagi Mandela, rencana kongres ini bocor ke polisi sehingga polisi menerobos masuk dalam kongres secara tiba-tiba dan membubarkan kongres. Polisi juga menyita dokumen-dokumen kongres termasuk ‘draft kebebasan’ yang baru saja disahkan. Penyamaran Mandela terbongkar, ia dan seluruh aktivis ANC kembali digiring ke kantor polisi untuk disidang. Mandela dituduh makar dan ingin mengganti pemerintahan di Afrika Selatan dengan paham komunis. Mandela kembali bisa berkelit dan bebas dari tuduhan berkat kelihaiannya dalam bidang hukum.
Tahun 1956, Mandela bercerai dengan istrinya, Evelyn Ntoko Mase karena aktivitas Mandela yang lebih banyak ia curahkan untuk kegiatan ANC. Mandela sangat bersedih dengan tuntutan cerai istrinya ini namun ia tak berdaya membendung keinginan istrinya untuk bercerai. 14 Juni 1958 Mandela menikah dengan seorang wanita bernama Winnie Madikizela di Transkei. Bulan Agustus 1958, partai baru lahir, bernama Pan African Congress (PAC) di bawah pimpinan Robert Manggaliso Sobukwe. PAC tidak sejalan dengan ANC yang lebih menerapkan aksi damai, PAC ingin aksi yang lebih ekstrim. PAC menuduh ANC dibawah Mandela telah disuap oleh kulit putih. 21 Maret 1960, PAC mengadakan demo besar-besaran di kota Sharpeville yang melakukan aksi ‘robek pass-card’. Mereka menuntut pemerintah untuk menghapuskan peraturan pass-card. Polisi datang dan langsung menembaki demonstran. 69 demonstran tewas dan sisanya terluka parah. Pembantaian Sharpeville ini menjadi headline koran-koran  di seluruh dunia. Dunia lantas mengecam tindakan polisi Afrika Selatan yang brutal ini. ANC sangat marah dengan tindakan pemerintah ini. Mandela memerintahkan seluruh kader ANC dan ANC Youth League di seluruh Afrika Selatan untuk mengadakan mogok kerja massal dan aksi ‘bakar pass-card’. April 1960, terjadi pemogokan kerja dan demonsrasi massal terbesar dalam sejarah Afrika Selatan. Mandela yang ikut dalam demo membakar pass-card miliknya dan diikuti oleh seluruh demonstran yang mengikutinya. Polisi datang dan berusaha menghalau massa dengan ekstrim dan brutal. Polisi juga mendobrak barak pekerja Capetown dan menyuruh para pekerja untuk kembali bekerja. Pada bulan itu juga, pemerintah menetapkan ANC dan PAC sebagai partai terlarang. Mandela ditangkap dan dipenjara selama setahun. Selama Mandela dipenjara, ANC tetap berjalan secara rahasia dipimpin oleh Oliver Tambo. ANC membentuk organisasi Umkhonto We Swize (The Spear of Nation) atas perintah Mandela. ANC yang ingin membalas dendam karena Mandela dipenjara merencanakan sabotase pada tanggal 16 Desember 1961, hari dimana saat kulit putih merayakan perayaan invasi mereka di Afrika Selatan dan atas kemenangan mereka terhadap suku Zulu. Beberapa kader ANC melemparkan granat di tengah suasana pesta dansa yang meriah, beruntung tidak ada korban jiwa.
Polisi geram dengan peristiwa sabotase yang mengancam nyawa perdana mentri ini. Namun polisi tidak memiliki bukti yang cukup untuk menangkap Mandela atas tuduhan sabotase ini. Polisi pun mengerahkan intelijen untuk mengawasi rumah Mandela dan markas ANC selama 24 jam. Mandela dan para petinggi ANC merasa terisolasi dengan keadaan ini. Mandela terpaksa mengungsi ke luar negeri. Mandela pergi ke berbagai negara di Afrika dan Eropa tanpa passport. Mandela juga belajar militer di Algeria. Mandela tetap mengurus ANC dalam komunikasi jarak jauh. Setahun kemudian, ia pulang ke Afrika Selatan dan merubah nama serta penampilannya. Ia menyamar sebagai supir truk dengan nama David Motsamai. Di Afrika Selatan, Mandela ternyata menjadi buronan yang diincar oleh polisi selama ini. Polisi yang mengetahui penyamaran ini melalui informan lalu menangkap Mandela di Durban, 5 Agustus 1962 saat Mandela sedang mengendarai truknya. Mandela pun diajukan ke pengadilan Pretoria dengan tuduhan menghasut rakyat untuk melancarkan kudeta dan lari ke luar negri secara illegal. Ia dikenakan pidana kurungan selama 5 tahun di Cape Town. Sebelum ke Cape Town, Mandela dititipkan di penjara Pretoria sebagai tahanan titipan selama 3 bulan. Maka Mandela dibawa ke Cape Town, perjalanan dari Pretoria sampai Cape Town membutuhkan waktu 12 jam perjalanan darat. 24 Mei 1963, Mandela dipindah ke penjara pulau Robben sebagai tahanan pekerja di tambang batu. Penjagaan di pulau Robben sangat ketat dan penuh dengan peraturan-peraturan yang mengekang kebebasan bersuara. Oktober 1963, Mandela dibawa lagi ke Pretoria untuk menjalani sidang lanjutan. Mandela mendapatkan tuduhan yang sangat keras dari pengadilan yang mendakwa Mandela telah melakukan gerakan bawah tanah untuk menggulingkan pemerintah dan ingin melakukan revolusi, terutama organisasi Umkhonto We Swize yang didirikannya itu. 12 Juni 1964, Mandela dijatuhi hukuman mati oleh pengadilan dan akan dieksekusi di penjara pulau Robben. Hukuman ini mendapat kecaman keras dari PBB dan negara-negara lainnya di dunia, termasuk Indonesia yang diwakili oleh presiden Soekarno. Pemerintah Afrika Selatan lalu mengganti hukuman mati dengan hukuman penjara selama 18 tahun di penjara pulau Robben.
Di dalam penjara, Mandela sangat dihomati oleh tahanan lain. Mandela sangat terkenal di kalangan tahanan. Bahkan tersebar gosip bahwa Mandela akan menjadi pemimpin masa depan Afrika Selatan kelak. Kepala penjara melihat hal ini sebagai ancaman namun tidak bisa berbuat apa-apa karena PBB terus mengawasi proses hukum Mandela. Maka sipir penjara memindahkan Mandela dalam satu penjara yang khusus untuk dirinya, tanpa ada tahanan lain. Suasana penjara sangatlah buruk, makananya sangat tidak layak, air dijatah sehari satu ember, BAB dan BAK dilakukan dalam satu sel. Mandela yang di dalam penjara sangat merindukan Winnie, istrinya. Winnie sendiri dibuang ke desa Brandfort oleh pemerintah karena ia juga sangat vokal menentang diskriminasi pemerintah terhadap kaum kulit hitam bersama ANC, namun masih lebih baik dari suaminya, Winnie hanya dikenakan tahanan rumah. PBB terus mengecam tindakan pemerintah Afrika Selatan yang memenjarakan Mandela ini. Nama Nelson Mandela telah menjadi nama yang terkenal di dunia internasional. Tahun 1976, ketika Mandela berusia 58 tahun, pemerintah Afrika Selatan membuat kesepakatan dengan Mandela. Pemerintah bersedia membebaskan Mandela dan akan memberikan Mandela berbagai macam fasilitas hidup yang mewah dengan syarat Mandela tidak boleh lagi terjun ke dalam dunia politik. Mandela menolak mentah-mentah tawaran pemerintah ini dan lebih memilih hidup di penjara daripada mengkhianati suku bangsanya sendiri.
Saat beberapa petinggi militer Afrika Selatan mengunjungi Mandela di penjara, mereka menanyai Mandela apakah ia menyimpan dendam kepada orang kulit putih. Mandela menjawab bahwa ia sama sekali tidak pernah membenci kulit putih ataupun menyimpan rasa dendam, bahkan sejak pertama kali dirinya mendirikan ANC Youth League. Mandela sangat menghormati kulit putih dan selalu menganggap bahwa mereka sebenarnya adalah orang-orang yang baik. Mandela mengatakan pada para petinggi militer bahwa dirinya dan ANC hanya ingin agar Afrika Selatan dapat menjadi negara yang diisi oleh multi-etnis, putih dan hitam, agar dapat bersama-sama membangun Afrika Selatan yang lebih baik dan dikagumi dunia internasional. Berita wawancara Mandela dan petinggi militer Afrika Selatan ini meluas di seluruh dunia. Masyarakat internasional menaruh hormat pada Mandela dan menyuarakan tuntutan untuk membebaskan Mandela. Tahun 1982, Mandela dipindahkan ke penjara Pollsmoor yang merupakan penjara mewah dengan segala fasilitas yang elit. Mandela sangat heran mengapa ia dipindah ke penjara yang mewah ini. Usia Mandela saat itu 64 tahun. Disini, Mandela sangat diperhatikan, baik makanan, lingkungan, maupun kesehatannya. Dokter selalu memeriksa kesehatan Mandela sebulan sekali. Mandela menjalin persahabatan dengan menteri kehakiman dan kepala penjara. Mandela sangat dihormati oleh para sipir penjara. Januari 1985, P. W. Botha terpilih menjadi presiden Afrika Selatan yang baru. Ia menawarkan pembebasan tanpa syarat dan pemberian hadiah kepada Mandela asalkan ia mau meninggalkan panggung politik dan ANC. Mandela menjawab melalui surat yang dibacakan oleh anaknya, Zinozi, pada pertemuan ANC di Soweto. Isi surat itu menyatakan bahwa Mandela akan berunding dengan pemerintah apabila Ia, aktivis ANC, dan tahanan politik kulit hitam lainnya juga dibebaskan dari penjara. P. W. Botha menolak tuntutan Mandela ini sehingga Mandela juga menolak tawaran Botha.
Tuntutan terhadap pembebasan Mandela terus digemakan di seluruh penjuru dunia. 18 Juli 1988, tepat pada saat hari ulang tahunnya yang ke-70, para musisi dunia mengadakan konser megah di Stadion Wembley – London untuk menghormati Mandela dan menyuarakan tuntutan mereka yang ingin agar Mandela dibebaskan. Konser megah ini ditayangkan di televisi dan ditonton oleh lebih dari 60 negara di seluruh dunia. Saat itu Mandela terserang penyakit TBC dan harus dirawat di rumah sakit. Setelah sembuh, Mandela dipindahkan ke penjara Victor Verster di Cape Town. Di penjara ini, Mandela disediakan satu rumah yang khusus untuknya dan beberapa sipir yang melayani kebutuhan hidup Mandela. Januari 1990, Frederik Willem De Klerk terpilih menjadi presiden Afrika Selatan yang baru menggantikan Botha. 2 Februari 1990, Presiden de Klerk mencabut larangan bagi ANC untuk berorganisasi dan memperbolehkan ANC untuk kembali aktif dalam panggung politik. Keputusan ini disambut gembira oleh seluruh rakyat Afrika Selatan. 11 Februari 1990, presiden de Klerk mengeluarkan keputusan untuk membebaskan Mandela dari penjara tanpa syarat setelah mendapatkan tekanan dari dunia internasional, setelah bebas, Mandela berpidato di depan ribuan orang di City Hall, Cape Town. Pembebasan dan pidato Mandela ini disiarkan di televisi, radio, maupun surat kabar di seluruh dunia. Tahun 1991, presiden de Klerk mencabut UU apartheid, dan dengan demikian, apartheid sudah tidak berlaku lagi di Afrika Selatan. Tahun 1993, de Klerk dan Mandela menerima medali Nobel Perdamaian. Akhirnya, Mandela terpilih menjadi presiden kulit hitam Afrika Selatan pertama pada tanggal 10 Mei 1994 hingga Juni 1999. Tahun 1996, Mandela bercerai dengan Winnie dan menikahi Graca Machel, janda dari presiden Mozambik, Samora Machel.
Pada tahun 1994, Mandela mendirikan mendirikan Nelson Mandela Children’s Funds (NMCF) yang menggalang dana dan berfokus pada pendidikan anak-anak. Pada tahun yang sama pula, Ia mendirikan Nelson Mandela Funds (NMF), yang berfokus pada pencegahan penyebaran HIV/AIDS di seluruh Afrika. Mandela pensiun pada tahun 1999 dan banyak berkutat pada kegiatan sosial serta kegiatan-kegiatan kemanusiaan. Ia menjadi ikon sepak bola dunia kala FIFA World Cup diadakan di Afrika Selatan 2010 silam. Mandela menggunakan sepak bola sebagai sarana persahabatan dan perdamaian bagi seluruh umat manusia. Mandela terus menyuarakan perdamaian bagi seluruh dunia walaupun ia tak lagi menjabat sebagai presiden. Ia sangat dikagumi dan dihormati oleh para pemimpin dunia. Kharismanya dan setiap kata-kata yang keluar dari mulutnya bagaikan kobaran api yang mampu membakar semangat orang untuk selalu mengutamakan nilai-nilai kemanusiaan. Pada tahun 2003, Mandela mendirikan Mandela Rhodes Foundation (NMF), sebuah LSM yang berfokus pada pendidikan orang dewasa dengan memberikan beasiswa pascasarjana kepada para mahasiswa berbakat dan bertalenta di Afrika Selatan, baik itu kulit hitam maupun kulit putih. Tahun 2004, Mandela mengumumkan pengunduran dirinya dari segala aktivitas publik dan ingin menghabiskan masa tuanya dengan tenang. Ia mendirikan Nelson Mandela Centre of Memory pada tahun 2004 hingga akhirnya Tuhan memanggilnya pada tanggal 5 Desember 2013. Lebih dari 100 negara menyiarkan prosesi pemakaman Nelson Mandela di desa kelahirannya, Qunu, baik melalui TV, Radio, Surat Kabar, maupun Internet. 90 kepala negara dan lebih dari 70 tokoh dunia dari berbagai penjuru dunia datang untuk menghadiri prosesi pemakamannya untuk memberikan penghormatan terakhir.

Sumber :

H Nurmiadi. 2007. Nelson Mandela – Pejuang Penentang Apartheid. Jakarta: Gramedia, Elex Media Komputindo.

0 komentar:

Posting Komentar